Pupuk Bersubsidi DiKarawang Diselewengkan, Sejumlah Data RDKK Diduga Ikut Dipalsukan

Karawang, Hello Bekasi— Dugaan penyelewengan penyaluran pupuk bersubsidi di Kabupaten Karawang kian menyeruak. Tim investigasi yang turun langsung ke lapangan menemukan indikasi kuat adanya praktik pemalsuan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), dengan modus jual beli kuota, hingga dugaan pengendalian distribusi oleh jaringan distributor, kios, dan perantara.


Alih-alih disalurkan sesuai lokasi lahan pertanian di wilayah tersebut, nyatanya pupuk subsidi tersebut justru diduga berpindah wilayah dari daftar RDKK yang tercatat. Pupuk subsidi dari Desa Kutaraja, Kecamatan Kutawaluya, justru terindikasi mengalir ke Desa Mulyajaya, meski aturan sudah jelas melarang tegas distribusi lintas wilayah di luar data RDKK.
Data yang berhasil di himpun dari sumber berinisial N' menerangkan fakta - fakta yang cukup mencengangkan. N' menyebutkan jika data yang ada di “RDKK itu hanya formalitas. Nyatanya di lapangan banyak pemalsuan dan penggelapan. RDKK yang masuk ke distributor hampir semuanya palsu. Ini bukan main-main, ini nilainya mencapai miliaran,” beberapa N' Kamis (6/11/2025).

Sejumlah modus yang ditemukan di lapangan, seperti halnya Nama penerima tercantum di RDKK akan tapi tidak punya lahan di desa tersebut, kemudian Kuota pupuk subsidi tersebut dialihkan ke wilayah lain. Tak sampai disitu modus lainnya juga seperti Kios tetap menerima pasokan meski kuota sudah habis, kuat dugaan hal tersebut merupakan kolaborasi antara oknum kios, distributor, dan perantara.

Salah satu hasil penelusuran tim investigasi juga menemukan temuan yang tetjadi di Desa Kutaraja, pemilik kios berinisial H.M mengaku menerima 70 ton pupuk subsidi per musim, untuk sekitar 100 petani sesuai data RDKK. Namun, muncul indikasi salah satu penerima, H.F, yang tercatat memiliki lahan di Kutaraja dan menerima 5 ton pupuk, namun praktek dilapangan pupuk bersubsidi tersebut justru di gunakan di lahan pertanian yang terletak Desa Mulyajaya.

Saat dikonfirmasi, H.M berdalih. “Saya tidak menyuplai ke luar desa. Jika penerima yang bawa pupuk ke sana, itu urusan dia,” katanya. Argumentasi ini memicu pertanyaan besar, karena regulasi mewajibkan pupuk dibeli dan digunakan sesuai lokasi lahan yang tercatat di data RDKK.

Penelusuran tim investigasi juga di lakukan di Dusun Cibanteng 2, Desa Mulyajaya, mengungkap skema peredaran di luar prosedur, Distributor ke Kios H.M, Diserahkan ke perantara R, yang disebut masih kerabat pemasok besar berinisial H.P, kemudian diteruskan ke perantara lokal yang disebut “Kepala Dusun”, sekitar 2 ton per pengiriman, Dijual ke petani Rp300.000/kuintal, di atas H-E-T Harga Eceran Tertinggi Rp270.000/kuintal.

Sementara itu informasi dari Narasumber lainnya AP, di Dusun Cibanteng 2, mengatakan. Semua transaksi pembayaran pupuk subsidi itu “Bayar langsung ke RH. Sementata H.M cuma dititipin. Intinya pupuk itu dari H.P,” ungkapnya. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa kios hanya pintu administrasi, sementara kendali distribusi ada di tangan pihak lain.

Dengan alokasi 70 ton per musim, nilai perputaran pupuk subsidi di satu kios saja mencapai 70.000 kg × Rp2.700 = Rp189 juta per musim atau Rp400–500 juta per tahun. Jika praktik serupa terjadi di puluhan titik di Karawang, potensi kerugian negara bisa menembus miliaran rupiah. Dampaknya, Petani asli justru malah kesulitan mendapatkan pupuk subsidi yang berubah jadi komoditas spekulasi, APBN tersedot, tapi manfaat tidak tepat sasaran.