Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pembangunan KCJB Sudah Selesai: Jangan Bawa-bawa APBN Lagi

Sunday, September 24, 2023 | September 24, 2023 WIB Last Updated 2023-09-24T09:42:54Z

 



HELOBEKASI.COM, BANDUNG - Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel menegaskan proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) sudah selesai. Sehingga, seharusnya menjadi tanggung jawab badan usaha, bukan beban APBN.

Gobel menekankan hal ini menanggapi terbitnya Peraturan Menteri Keuangan No.89/2023 yang mengatur tentang penjaminan kereta cepat. 

Permenkeu tersebut, menurut Gobel, membuat APBN menjadi tak adil bagi pemajuan kesejahteraan umum, apalagi ada unsur investasi asing.

“APBN menjadi terikat secara permanen dan selamanya terhadap sebuah kegiatan badan usaha. Tentu APBN menjadi tak adil. APBN itu untuk kemaslahatan umum. Ini bisa membuat Presiden Jokowi yang sudah memiliki banyak legacy luar biasa dalam memimpin Indonesia, tercederai dan menimbulkan persepsi negatif,” ujar Gobel dalam rilis di Jakarta, dikutip Minggu (24/9/2023).

Lebih lanjut, Politisi Fraksi Partai NasDem tersebut mengatakan ketika Pemerintah melahirkan Peraturan Presiden (Perpres) No.93/2021, masih bisa dimengerti karena untuk mewujudkan dan menyelesaikan proyek kereta cepat yang sedang dalam tahap pembangunan.

“Walaupun itu menunjukkan ada sesuatu yang tak beres dalam perencanaan. Akibatnya, Pemerintah melakukan penyertaan modal negara (PMN) untuk KAI sebesar Rp7,5 triliun, yaitu 2021 Rp4,3 triliun dan 2022 Rp3,2 triliun. Dana PMN ke KAI itu sepenuhnya untuk kereta cepat,” kata Gobel.

Tapi kini, lanjut Gobel, pembangunan proyek kereta cepat sudah selesai sehingga segala biaya mestinya sepenuhnya berada dalam tanggung jawab badan usaha. 

“Jangan bawa-bawa APBN lagi, apalagi secara permanen,” tegas  Gobel. 

Gobel mengingatkan, apa yang ia sampaikan merupakan bentuk tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat dan sebagai warga negara.

“Bukan tidak setuju terhadap kereta cepat. Dari awal saya sangat mendukung kereta cepat, tapi dukungannya dalam batas kewajaran dan kepatutan dalam konteks kemaslahatan publik yang luas. Jadi tak perlu berlebihan. Mestinya biarkan itu bersifat B to B saja,” jelasnya.

Sebagaimana diketahui, pada 1 Oktober 2015, Pemerintah mengumumkan China memenangi proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. China menang terhadap Jepang karena empat hal. 

Pertama, tidak menggunakan dana APBN. Kedua, skema kerja sama business to business. Ketiga, tidak meminta penjaminan dari pemerintah. Keempat, biaya lebih murah, yaitu US$5,595 miliar dibandingkan usulan Jepang US$6,223 miliar.

Selanjutnya 16 Oktober 2015 dibentuk perusahaan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Perusahaan itu merupakan konsorsium BUMN Indonesia-China. Sebelumnya, pada 6 Oktober 2015, pemerintah menerbitkan Perpres No.107/2015 sebagai landasan hukum proyek kereta cepat itu. Konsorsium Indonesia dipimpin Wijaya Karya.

Pada 21 Januari 2016, Presiden melakukan groundbreaking di Walini. Namun, acara itu tak dihadiri Menteri Perhubungan saat itu, Ignasius Jonan. 

Pada 2018, biaya membengkak menjadi US$6,071 miliar. Target 2018 selesai pun tak tercapai. Pada 6 Oktober 2021 terbit Perpres No 93 Tahun 2021 yang mengamendemen Perpres No 107 Tahun 2015.

Pimpinan konsorsium BUMN Indonesia beralih dari Wijaya Karya ke PT KAI. Rute pun beralih menjadi ke Padalarang. Aturan itu juga menyatakan bisa menggunakan dana APBN dan ada penjaminan dari pemerintah. 

"Empat faktor yang memenangkan China membangun kereta cepat sudah dilanggar semua. Biaya pun membengkak lagi menjadi US$7,97 miliar," sebut Gobel.

Menteri Keuangan mengeluarkan Permenkeu No.89/2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung. Permenkeu itu ditetapkan pada 31 Agustus 2023 dan mulai berlaku efektif pada 11 September 2023. 

Peraturan tesebut berisi 28 pasal dan sembilan bab, mengatur mekanisme penjaminan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Dalam Permenkeu itu disebutkan yang menjadi penjamin adalah pemerintah bersama Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (BUPI) atau pemerintah saja, seperti disebutkan Pasal 6 ayat (13). BUPI adalah BUMN PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia. Penjaminan, seperti disebutkan Pasal 2, dilakukan dalam rangka memperoleh pendanaan karena kenaikan dan atau perubahan pembiayaan (cost overrun). 

Kaji Ulang Penjaminan APBN untuk Proyek Kereta Cepat
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati merespon Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung. 

Dalam Pasal 2 beleid itu, disebutkan penjaminan pemerintah untuk percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung disediakan dalam rangka memperoleh pendanaan atas kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) sesuai dengan hasil keputusan Komite.

“Tentang hal ini harus dilakukan secermat mungkin bahkan bila perlu ditinjau ulang, jangan sampai merugikan keuangan negara di kemudian hari, apalagi tahun 2015 lalu Pemerintah pernah menolak proposal KCJB dari Jepang karena adanya syarat jaminan dari Pemerintah" ungka[ Anis melalui keterangan tertulis, di Jakarta, dikutip Minggu (24/9)

Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini berargumen Pemerintah tidak konsisten dan terbuka terkait proses Pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa proyek kereta cepat seperti tidak memiliki perencanaan yang matang dan berujung membebani APBN

“Sedikit kita flash back, awalnya Pemerintah berkomitmen pembiayaan KCJB sifatnya business to business (b to b). Kemudian Pemerintah mengajukan PMN untuk KAI. Selanjutnya meminta diberikannya subsidi tiket." ungkapnya.

"Saat ini kita dikagetkan, dengan pengajuan skema penjaminan terhadap APBN bila terjadi perubahan biaya (cost overrun). Hal ini menunjukkan Proyek ini dari awal tidak punya perencanaan yang matang dan akhirnya membebani APBN," lanjut Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini.

Legislator Dapil DKI Jakarta I mengingatkan sejatinya APBN adalah amanah konstitusi yang harus dipergunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat. Ia pun menegaskan bahwa proyek KCJB tidak punya tingkat signifikansi yang tinggi terhadap kebutuhan masyarakat yang harus didanai oleh APBN. 

"Masih banyak persoalan bangsa yang patut dan layak dibiayai oleh APBN untuk membantu kehidupan Masyarakat, diantaranya: kemiskinan ekstrem, stunting, fasilitas puskesmas, tenaga honorer, membantu petani, nelayan dan lainnya." sebutnya.

"KCJB proyek mercusuar Pemerintah yang belum dibutuhkan Masyarakat saat ini, cost-nya jauh lebih besar ketimbang manfaat yang bisa dirasakan masyarakat luas," tutup Anis. 

Proyek KCJB Sudah Melenceng Jauh dari Janji B to B Jokowi
Mega proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) kembali menuai kritik publik Tanah Air. Pemerintah baru-baru merilis aturan yang membuka peluang penjaminan angsuran utang ke China yang timbul akibat pembengkakan biaya (cost overrun). 

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, menyebut proyek KCJB sudah semakin melenceng dari janji awal Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Di periode pertama, Jokowi berkali-kali menegaskan KCJB tidak akan menggunakan dana APBN sepeser pun, lalu pemerintah juga tidak akan memberikan jaminan jika proyek bermasalah di kemudian hari. Tapi kedua janji tersebut kini bagai angin lalu. 

"Sudah melenceng jauh ya dari awal sifatnya business to business (B to B), kemudian ada keterlibatan PMN dan mekanisme subsidi tiket (tidak langsung), sekarang masuk ke penjaminan. Ini jelas memunculkan beban tidak langsung ke APBN," ungkap Bhima pada Jumat (22/9).

Dikemukakannya, pemerintahan Presiden Jokowi selama ini bisa saja terus berdalih kalau beban utang nantinya diserahkan ke BUMN sebagai entitas bisnis, bukan dibebankan ke APBN. 

Meski hanya melibatkan BUMN dalam perjanjian utang, bukan negara secara langsung, dampak dari keputusan ini tentunya bakal merugikan keuangan negara. 

Ini karena PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang menjadi pemimpin konsorsium BUMN dalam pemegang saham KCIC, yang mana KAI adalah perusahaan strategis yang bisnisnya melayani hajat hidup orang banyak di Tanah Air. 

Dengan kata lain, saat keuangan KAI terbebani akibat menanggung pembayaran utang dan bunga proyek KCJB ke China, mau tidak mau pemerintah akan langsung turun tangan mengucurkan bantuan seperti melalui penyertaan modal negara (PMN) dari APBN.

"Artinya secara finansial kan proyek kereta cepat menjadi beban pembayar pajak yang harusnya bisa mandiri secara komersial," terang Bhima.  ***

(sumber : westjavatoday.com)

×
Berita Terbaru Update